
HALOBERAU – Pengawasan bidang pertambangan umum di Berau dinilai tidak maksimal. Pasalnya, berbagai dampak yang ditimbulkannya masih menjadi polemik di masyarakat.
Madri Pani, Ketua DPRD Berau menilai pengawasan itu tidak berjalan dengan baik mengingat aturan yang dibuat pemerintah daerah telah diambilalih oleh pusat.
“Bukan tidak ada Perda. Masalahnya pengawasan ini sekarang sudah menjadi kebijakan pusat dalam UU Ciptaker. Dulu ada Perda itu. Radius dari kota itu 2 Km atau 1,5 Km,” tegasnya.
Disampaikannya, selain kebijakan pusat permasalahan di pengawasan menjadi sulit lantaran keberadaan Peraturan Bupati Nomor 118. Di sana masih muncul berbagai tumpang tindih gagasan.
“Permasalahannya itu, saya sudah ngomong, Peraturan Bupati 118. Coba telaah di situ. Sehingga ada perusahaan di dalam perusahaan,” imbuhnya.
“Kita ini tidak jelas. Kita melihat perkembangan PKP2B umpanya, perusahaan besar itu apakah sudah mematuhi aturan? Kenapa kita berbicara tentang pertambangan yang lain,” bebernya.
Dengan ketidakjelasan Perda tersebut, Politisi Partai NasDem itu menegaskan peran pengawasan akhirnya menjadi dilematis. Belum lagi bersifat bertingkat dari daerah hingga pusat.
“Saya tidak bisa menjawab secara pasti karena ini kewenangan pusat. Kalau ada bahasa masyarakat, tapi kan bapak sebagai pengawas? Saya bukan pengawas,” tambahnya.
“Pengawas itu di provinsi juga. Kan ada namanya DLHK, ada namanya bagian perizinan. Kalau saya sih selama itu (tambang, Red) tidak memunculkan bencana, saya tidak masalah,” tandasnya. (Adv/ed*)
