Retribusi Daerah Berau Masih Rendah, DPRD Minta OPD Lebih Aktif Gali Potensi PAD

Berita

HALOBERAU – Realisasi pendapatan dari sektor retribusi daerah Kabupaten Berau sepanjang 2024 baru mencapai Rp 18 miliar, atau sekitar 16 persen dari target yang ditetapkan sebesar lebih dari Rp 110 miliar. Angka ini dinilai masih sangat jauh dari harapan, sehingga memunculkan dorongan agar seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melakukan pembenahan.

Anggota DPRD Berau, Elita Herlina, menilai rendahnya capaian retribusi menjadi sinyal bahwa potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum tergali secara maksimal. Ia menegaskan bahwa Berau tak bisa terus-menerus bergantung pada sektor tambang sebagai penyumbang utama pendapatan.

“Realisasi retribusi ini terlalu kecil. Kita perlu evaluasi, apa penyebabnya. Tidak bisa terus berharap dari tambang, karena sektor itu bisa saja habis sewaktu-waktu,” ujarnya.

Elita mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, Pemerintah Kabupaten Berau menargetkan PAD bisa menembus angka Rp 400 miliar. Untuk mencapai target tersebut, menurutnya, pemerintah perlu mulai serius mengembangkan sektor lain yang lebih berkelanjutan.

“Target ini harus bisa tercapai dan bahkan meningkat di tahun-tahun berikutnya. Karena kalau tambang suatu saat berhenti, kita harus punya sumber pendapatan lain dari sumber daya alam yang bisa diperbarui,” jelasnya.

Ia menyarankan agar sektor pertanian dan perkebunan menjadi perhatian utama pemerintah daerah. Sebab berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), kedua sektor tersebut berada tepat di bawah tambang dalam kontribusi ekonomi daerah.

“Setelah tambang, sektor terbesar kita adalah pertanian secara luas. Ini mestinya jadi prioritas dalam kebijakan dan program OPD terkait,” tambahnya.

Tak hanya itu, Elita juga menyoroti potensi besar dari perkebunan kelapa sawit yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Salah satu hambatan yang ada adalah belum adanya pabrik kelapa sawit berskala besar di Berau, yang seharusnya bisa mendukung program hilirisasi dan meningkatkan nilai tambah dari komoditas lokal.

“Daerah lain seperti Kutai Timur dan Paser sudah punya pabrik sawit besar. Tapi kita belum. Padahal manfaatnya banyak, termasuk membuka lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor lain,” pungkasnya. (Adv/ed*)