HALOBERAU – Anggota Komisi II DPRD Berau, Gideon Andris, menyuarakan keprihatinannya atas penertiban kawasan hutan yang dilakukan tanpa sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat. Menurutnya, kebijakan yang seharusnya fokus menindak pelanggaran perusahaan justru berpotensi merugikan warga.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama instansi kehutanan baru-baru ini, Gideon menegaskan bahwa penertiban memang diperlukan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Namun, ia menolak jika masyarakat menjadi korban dari kebijakan tersebut.
“Targetnya memang pabrik atau perkebunan sawit yang menanam di luar izin. Tapi di lapangan, kebun warga juga ikut terkena imbas. Seolah semuanya dihukum rata,” ujar Gideon.
Ia mencontohkan kasus di Tepian Buah, di mana kebun milik warga tiba-tiba masuk dalam kawasan hutan dan langsung ditertibkan. Tanpa sosialisasi yang jelas, kata dia, kebijakan ini justru memicu potensi konflik.
Gideon juga mengingatkan masyarakat agar berhati-hati menerima tawaran lahan kebun sawit murah. Banyak di antaranya ternyata berada di dalam kawasan hutan sehingga berisiko bermasalah secara hukum.
Berdasarkan data yang ia terima, tahap pertama penertiban telah dilakukan sekitar tiga bulan lalu. Saat ini, tahap kedua sedang disiapkan dengan total sekitar 10.000 hektare lahan yang tersebar di berbagai titik di Kabupaten Berau masuk dalam daftar penertiban.
“Luas 10.000 hektare itu bukan di satu lokasi, tapi tersebar sesuai peta yang sudah mereka kantongi. Ini harus menjadi perhatian bersama,” tegasnya.
Politisi tersebut juga menyampaikan keresahan masyarakat adat, khususnya masyarakat Dayak di wilayah pedalaman, yang merasa ruang geraknya semakin terbatas. Mereka khawatir penertiban tanpa solusi akan mengancam sumber penghidupan yang selama ini bergantung pada kebun.
“Kami sudah patuh tidak membakar hutan, tidak mengelola kawasan penelitian. Tapi sekarang kebun yang sudah ditanam pun ikut ditertibkan. Kalau terus begini, kami bisa kelaparan,” ujarnya.
Gideon menekankan agar pemerintah tidak hanya menertibkan, tetapi juga menghadirkan solusi nyata. Apalagi, permintaan dasar masyarakat seperti air bersih, listrik, dan komunikasi sering kali lambat ditanggapi.
“Kami bukan melawan hukum, tapi meminta keadilan. Sosialisasi itu penting supaya tidak timbul salah persepsi dan konflik yang sebenarnya bisa dicegah,” tutupnya. (Adv/suh*)